Text
Sosiosophologi : sosiologi Islam berbasis hikmah
Bibliografi : hlm. 191-196
Naskah buku ini merupakan bagian dari upaya kreatif untuk mencari dan merumuskan akar teoretis dari sosiologi yang 'tipikal' Islam. Naskah ini merupakan satu tarikan napas dengan upaya-upaya sejarah yang telah dilakukan para ahli sebelumnya, seperti Ilyas Ba-Yunus (SosIologi Islam dan Masyarakat Muslim Kontemporer), Ja'far Syaikh Idris (Islam dan Perubahan Sosial), Iwan Gardono (Indigenisasi Sosiologi), dan sebagainya.
Sebagai pengajar mata kuliah sosiologi di IAIN, penulis merasakan betapa referensi-referensi sosiologi yang tersedia adalah tipikal Barat yang hanya cocok untuk menganalisa masyarakat Barat yang borjouis. Dengan demikian, kalau 'teori-teori itu' saja yang diajarkan, penulis merasa 'penulis mengajarkan apa-apa yang tidak ada hubungannya dengan apa-apa. Padahal, sesungguhnya kita (umat Islam) mestinya dapat merumuskan 'jenis' sosiologi lain yang berbeda sama sekali dari yang ada. Kita tidak boleh terlalu lama menjadi konsumen setia dari setiap teori yang datang dari Barat.
Peradaban Barat sekarang disebut-sebut sebagai puncak peradaban materiil yang pernah dicapai anak manusia sepanjang sejarah. Yusuf Qardhawy (1995:20) menyebut peradaban Barat ibarat jasad yang rohnya adalah tikus. Menurut Qardhawy lagi, identitas paling penting dari peradaban Barat adalah kealpaan mengenal Tuhan. Kekurangan inilah yang merasuk ke dalamnya materialisme pragmatis yang membuat kita berkata bahwa itulah jiwa peradaban Barat, dasar filsafatnya, sifat dasarnya, dan inti ideologi yang menjadi karakternya, yaitu sisi-sisi yang harus diberi pencerahan dan muatan.
Naskah sederhana ini muncul dari kesadaran pencarian afternatif pencerahan semacam itu. Secara pribadi, penulis memimpikan kelak bisa merumuskan basis-basis teoretis dari apa yang kita namakan sebagai Sosiologi Islam (atau istilah naskah ini Sosiosophologi: Sosiologi Islam yang Berbasis Hikmah) secara utuh. Dari tingkat paradigma, indikator sampai problem. Dari ranah ontologi, epistemologi sampai pada wilayah aksiologi. Anak-anak muda Islam, menurut penulis, harus melakukannya-dan berani memulainya, apa pun hasilnya.
Tidak tersedia versi lain